Sejak menjelang akan mulai beroperasinya penambangan emas di Sape Kabupaten Bima, NTB telah berlangsung beberapa aksi demo penolakan yang dilakukan warga setempat. Aksi penolakan terkait penambangan pada di lahan seluas 24.980 ha yang terletak di tiga kecamatan yaitu kecamatan Sape, kecamatan lambu dan kecamatan Langgudu) berbuntut merenggut korban jiwa.
Padahal sebelum terjadi pembubaran oleh pihak keamanan atas warga yang menduduki pelabuhan laut Sape, Pemerintah Kabupaten Bima telah menerima dan menindaklanjuti tuntutan dan keinginan warga masyarakat Sape khususnya.
Seperti diberitakan Metro TV (Sabtu, 24/12/2011) Bupati Bima H. Ferry Zulkarnain, ST telah menerima tuntutan masyarakat Bima "H. Ferry Zulkarnain memutuskan hanya menghentikan sementara pertambangan emas yang diprotes warga. Bukan mencabut surat keputusan (SK) 188 tentang Eksplorasi Pertambangan Emas di Kecamatan Sape dan Lambu".
Atas keputusan Bupati Bima ini memicu kemarahan yang berbuntut dengan pendudukan warga pada pelabuhan Sape yang merupakan wilayah perairan kepolisian Kota Bima. "SK yang memicu kemarahan warga di dua kecamatan, Lambu dan Sape, itu Dalam hanya mengijinkan perusahaan tertentu menambang emas serta menyebut pertambangan tradisional warga sebagai tindakan melawan hukum. Hal ini dinilai diskriminatif dan merugikan warga Lambu dan Sape.
Tuntutan lain warga adalah meminta kepolisian segera membebaskan Adi Supriadi, Kader Liga Mahasiswa untuk Demokrasi (LMND) Bima yang ditangkap polisi sebulan lalu karena dugaan unjuk rasa yang berakibat pembakaran Kantor Camat Lambu.
Kasus pendudukan warga setempat pada pelabuhan Sape yang merupakan pelabuhan penghubung dengan provinsi Nusa Tenggara Timur (Sumba, Labuan Bajo serta taman wisata pulau komodo) telah memakan korban jiwa dua orang yaitu Syaiful (23 thn) dan Arif Rahman (24 thn).
Sementara itu Kader Muhammadiyah Taufik Firmanto mengomentari dalam tulisannya di Kompasiana.com. tentang kasus Penambangan Emas di Sape Kabupaten Bima yang merupakan kabupaten paling timur provinsi Nusa Tenggara Barat terkait SK Bupati Bima Nomor 188.45/357/004/2010.
" Ada hal yang bagi kita cukup menarik untuk didiskusikan lebih lanjut terkait pernyataan Bupati Bima (20/11/12) seperti yang diberitakan oleh media:
“Mencabut SK Bupati terkait Pertambangan Lambu tidak bisa kami lakukan, sebab UU sangat jelas mengatur itu, kecuali menghentikan sementara waktu dan UU menetapkan 1 tahun untuk penghentian sementara atas pertambangan yang dimaksud…”
Berkaitan statement tersebut, menurut hemat kami ada semacam “pengelesan” dalam pernyataan Bupati. Dalam kedudukannya sebagai suatu kebijakan tertulis, SK Bupati pada dasarnya dapat digolongkan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Ini bukanlah sebuah putusan yang bersifat final dan tidak bisa dicarikan upaya hukum atasnya, baik berupa pencabutan SK Lama dan digantikan oleh SK baru, atau jika perlu me-PTUN-kan SK tersebut.SK Bupati bukanlah semacam “kitab suci” atau Firman Tuhan yang tidak bisa dianulir jika memang ditemukan sesuatu yang menyimpang dari Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik (good governance).
Sehubungan dengan kewajiban melaksanakan pelayanan publik bagi pemerintah, cukuplah Sipayung kita jadikan argumen; “Setiap orang mempunyai hak begitu juga kewajiban. Sebagaimana seorang warga negara, setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan yang baik dari pemerintah. Tiap orang juga berhak memperoleh perlindungan hukum dari tindakan sewenang-wenang dari pejabat tata usaha negara sendiri.”. Kompasiana.com, (22/12/2011).
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan anda. Silahkan berikan komentar tentang artikel ini. Akan tetapi perlu dimaklumi bahwa Komentar yang tergolong iseng tidak akan ditampilkan. Untuk mendapatkan jawaban langsung pada kotak masuk Email anda, klick teks Subscribe by Email. Atas atensi dan partisipasinya terima kasih.